Portfolio

Our Blog

The outline of what we do in this site

Minggu, 20 November 2016

Implementasi Etika Konsumsi dalam Islam

By: Fadhilah Rahmawati


Dalam masyarakat, konsumsi menjadi kegiatan yang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan adanya konsumsi akan menimbulkan rasa kepuasan tersendiri bagi setiap orang. Semakin hari, tingkat konsumsi masyarakat semakin meningkat. Hal ini bisa terjadi karena adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat konsumsi seseorang. Hanya saja hal ini juga akan mengakibatkan utang negara semakin meningkat. Selain itu menurut teori Keynes, “Pengeluaran seseorang untuk konsumsi dan tabungan dipengaruhi oleh pendapatannya. Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin banyak tingkat konsumsinya pula, dan tingkat tabungannya pun akan semakin bertambah. dan sebaliknya apabila tingkat pendapatan seseorang semakin kecil, maka seluruh pendapatannya digunakan untuk konsumsi sehingga tingkat tabungannya nol”. Dari hal tersebut, maka muncullah sikap hedonisme dari masyarakat. Dengan pendapatan yang bertambah, mereka akan semakin mendapatkan godaan untuk membelanjakan uangnya, sehingga pada akhirnya tidak sedikit masyarakat yang menghambur – hamburkan uang.

Konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu  ìConsumptionî  adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. 

Menurut Dumairy (2004), konsumsi adalah barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.Dalam KBBI, konsumsi adalah pemakaian barang hasil produksi seperti bahan pakaian, makanan, dan sebagainya.Sedangkan menurut  M. Abdul Mannan, konsumsi berarti permintaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa konsumsi adalah kegiatan manusia untuk menghabiskan  atau memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keinginan seseorang. Dalam konsep Islam, perilaku konsumsi tidak hanya berpedoman pada kepentingan pribadi saja. Namun juga harus memperhatikan nilai – nilai etika dan norma – norma yang baik serta membawa kemaslahatan umat.   

Dalam teori ekonomi konvensional, tujuan konsumen adalah untuk mencari dan memperoleh kepuasan tertinggi tanpa memikirkan apakah setelah mengkonsumsi akan mendapatkan manfaat dan keberkahan atau hanya mendapatkan kepuasan saja. Sedangkan dalam teori ekonomi Islam, tujuan konsumen adalah untuk memperoleh kepuasan disertai manfaat dan berkah. Jadi, selain mencari kepuasan, dalam konsep Islam juga harus memperhatikan tingkat kehalalan suatu barang dan jasa yang akan dikonsumsi dengan mencari tahu bagaimana cara memproduksi dan mendapatkan barang atau jasa tersebut. Menurut M.A. Mannan, ada lima prinsip dasar yang mengendalikan konsumsi dalam Islam, yaitu, prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati, dan prinsip moralitas. Sedangkan etika konsumsi dalam Islam meliputi :

Sederhana tetapi efektif dan efisien


Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membelanjakan harta dan melakukan konsumsi secukupnya tanpa berlebih – lebihan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al – A’raff : 31, yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yanng indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih – lebihan......”.

Selain itu Islam juga mewajibkan umatnya membelanjakan hartanya untuk dirinya dan orang lain. seperti dalam firman Allah SWT yang terdapat dalam Q.S. Al – Isro’ : 26 - 27, yang artinya “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.


Memperhatikan yang halal dan thayyib.

Di sini jelas bahwa Islam melarang umatnya mengkonsumsi barang atau jasa yang haram. Sehingga sebagai umat Islam, sebelum mengkonsumsi barang atau jasa harus memperhatikan kehalalannya dan manfaat dari barang atau jasa tersebut apakah akan mendatangkan kebaikan pada diri sendiri maupun orang lain. hal yang perlu diperhatikan untuk menilai kehalalan dan kebaikan(thayyib) dapat dinilai dari bagaimana cara mendapatkan barang tersebut, proses pembuatannya, apakah barang mengandung najis, bahaya, mengandung gharar (ketidakjelasan), mengandung maisir(judi), dan sebagainya.

Tidak kikir, tidak mubazir, dan boros.

Menurut Yusuf Qardhawai, mubazir adalah membelanjakan  harta yang haram, sedangkan boros menurut beliau adalah melampaui batas dalam belanja pada barang yang halal. Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa Islam melarang umatnya untuk untuk berperilaku boros atau berlebih – lebihan. Dan ketika seseorang kikir, mubazir, dan boros, maka hal ini akan dapat merugikan orang lain.

Bersyukur kepada Allah dan memperhatikan hak orang lain

Segala sesuatu yang dimiliki merupakan sebuah nikmat yang sangat berharga dari Allh SWT. Untuk itu, sebagai umat muslim wajib hukumnya untuk selalu bersyukur kepada Allah tanpa mengeluh. Sebenarnya dengan bersyukur akan menambah iman seseorang. Selain itu di dalam Islam juga diwajibkan untuk memperhatikan orang lain. Karena di dalam nikmat yang didapatkan terdapat hak orang lain yang sedang dititipkan oleh Allah. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al – Kautsar : 3 dan Q.S. Adz – Dzariyat : 19,  yang artinya “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”.
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.


Senin, 14 November 2016

Praktik Bisnis Rasulullah

By: Nur Fitroh Febrianto

Praktik Bisnis Rasulullah

  1. Didasari dengan kejujuran, setiap perkataan yang dikeluarkan untuk menjual barang maka seharusnya sesuai dengan barang itu sendiri. Rasulullah bersabda:”Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (HR. Muslim).
  2. Berlandaskan tolong menolong, dalam Islam seseorang muslim tidak hanya mencari keuntungan semata. Tetapi, didasari kesadaran dan kemudahan bagi orang lain.
  3. Tidak boleh menipu, Dalam hal ini berkaitan dengan spesifikasi jenis barang yang diberitahukan tidak sesuai dengan barang tersebut.
  4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, dalam berbisnis tidak boleh menjelekkan produk orang lain.
  5. Tidak boleh menimbun barang (ihtikar), tentunya menimbun di sini dengan tujuan agar harganya lebih tinggi.
  6. Tidak boleh memonopoli sehingga tidak memberi kesempatan untuk orang lain berjualan.
  7. Komoditas yang dijual harus suci, halal dan bermanfaat. Sehingga barang-barang yang dijual dapat memberikan kebaikan kepada konsumen.
  8. Bebas dari riba.
  9. Dilakukan dengan tanpa paksaan, sehingga konsumen dan produsen sama-sama ridho.
  10. Membayar upad pada waktunya. Nabi Muhammad SAW:”Berikanlah upah kepada karyawan, sebelim kering keringatnya.” Yang dimaksud adalah sesuai dengan kerja yang dilakukan dan tidak menunda-nunda.

Pandangan Ekonomi Islam dalam keseimbangan kurva IS-LM

By: Nur Fitroh Febrianto

Kondisi perekonomian merupakan indikator utama dalam mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sebuah negara akan dipandang sebagai negara yang sejahtera manakala memimiliki sistem ekonomi yang mampu mreningatkan pendapatan nasionalnya. Ekonomi Islam memiliki peranan yang cukup andil terhadap menentukan kegiatan ekonomi suatu negara (makro). Hal ini dapat dibuktikan dengan grafik perkembangan industri jasa keuangan non bank (IKNB) pada tahun 2010 hingga 2014.


Sumber Data: Buku Road Map OJK IKNB SYARIAH 2015-2019

Selama ini terdapat tiga model pendekatan yang digunakan para ekonom dalam mengukur tingkat keseimbangan, akan tetapi akhir-akhir ini yang paling banyak adalah Sintesis Klasik-Keynesian dengan model analisis IS-LM dengan menjadikan variabel bunga sebagai indikator utama.

Model keseimbangan ini tidaklah relevan jika dijadikan rujukan dalam ekonomi Islam. Hal ini karena prinsip syariah melarang praktik bunga dalam ekonomi. Terlebih lagi jika yang ditunjukkan oleh ketidak-konsistenan definisi dan peran bunga dalam pasar. Keseimbangan pasar barang dan pasar uang konvesional dengan Islam terdapat pada suku bunga dan bagi hasil. Semakin tinggi rasio profit sharing, maka tingkat investasi semakin tinggi. Sebaliknya, jika rasio profit sharing rendah, maka tingkat investasi semakin rendah.

Dalam ekonomi konvensional, instrumen suku bunga dalam pasar barang menjadi faktor penentu besaran investasi. Berbeda dengan ekonomi Islam, suku bunga diganti dengan besaran bagi hasl, sehingga insentif dalam melakukan investasi adalah besaran bagi hasil. Semakin besar bagian bagi hasil yang akan diterima oleh investor, akan meningkatkan motivasi untuk semakin berinvestasi.

Dalam permintaan uang, seorang muslim memiliki motif utama dalam memegang uang, yaitu: transaksi dan motif berjaga-jaga. Sehingga tujuan spekulasi dalam ekonomi Islam tidak ditemukan dalam seorang muslim. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran. Selain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang, permintaan uang dalam ekonomi Islam juga tergantung pada ekspektasi return  dari financial asset. Ekspektasi return yang tinggi dari aset finansial menyebabkan uang menjadi kurang bermanfaat jika uang hanya dipegang dan tidak diinvestasikan.

Meski demikian, terdapat motif altruistic  yaiu permintaan uang yang dimaksudkan untuk pinjaman kebaikan atau qardhul hasan.

Dampak kebijakan fiskal pada pengeluaran pemerintah terhadap keseimbangan kurva IS-LM

Ferry Prasetyia dalam Journal of Indonesian Applied Economics dengan judul “Rekonstruksi Sistem Fiskal Nasional dalam Bingkai Konstitusi”menyatakan bahwa dalam perspektif teoritis, kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penerimaan dan pengeluaran untuk mencapai tujuan seperti pertmbuhan ekonomi dan stabilitas perekonomian secara umum. Adanya dua instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan fiskal yaitu penerimaan dan pengeluaran negara, menunjukkan bahwa kebijakan fiskal sangat erat kaitannya dengan target keuangan negara/anggaran yang ingin dicapai.Perubahan tingkat dan komposisi anggaran pemerintah baik pajak maupun pengeluaran pemerintah, dapat mempengaruhi varieble-variable permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya, dan distribusi pendapatan

Dalam The General Theory,Keynes menyatakan bahwa pendapatan total perekonomian, dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan, dan pemerntah untuk membelanjakan pendapatannya.

Kenaikan belanja pemerintah mempunyai dampak pengganda (multiplied effect) terhadap pendapatan karena menurut fungsi konsumsi C = C (Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi, ketika kenaikan belanja pemerintah meningkatkan pendapatan, itu jga meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, dan seterusnya.

Perubahan-perubahan kebijakan fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser kurva IS ke kanan, perubahan-perubahan kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser kurva IS ke kiri.

Dari kurva IS-LM dapat dijelaskan bahwa penurunan belanja pemerintah dan kenaikan suku bunga menyebabkan output turun. Sehingga penurunan output dapat berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi.

Nilai Islam dalam Produksi

By: Wahyuningsari

Salah satu tujuan produksi dalam islam adalah menciptakan rasa kemandirian kolektif yang kemudian menciptakan ketahanan ekonomi, mendukung berkembangnya kemajuan sektor-sektor yang lain. Artinya dalam proses produksi sendiri adanya suatu stimulus kemandirian bersama, antara produsen yang mampu menyediakan kebutuhan pasar dan pelaku produksi (buruh) yang mendapatkan upah atas keringatnya sebagai tenaga produksi. Berbicara tentang perspektif kelayakan upah akan selalu ada perdebatan dari dua pihak yang berseteru yakni pengusaha dan kaum buruh. Pada khirnya pemerintah sebagai pihak penengah selalu dituntut mampu mengatasi konflik ini.

Di Indonesia sendiri setiap tahunnya selalu ada aksi yang dipelopori oleh serikat buruh seluruh Indonesia, berdalih memperjuangkan kesejahteraan buruh.  Aksi ini minimal terjadi setiap bulan Maret, di mana peringatan hari buruh dunia dirayakan. nampaknya hal ini tidak relevan pada kacamata penguasaha. Pengusaha berargumen kenaikan upah buruh tidak kompatibel terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan serta mendorong tingkat pengangguran. Bagi buruh,yang diwakili oleh serikat pekerja, kenaikan biaya hidup terasa memberatkan jika tidak dibarengi dengan kenaikan upah yang mereka terima. Akhirnya inilah yang menjadi dilema pemerintah sebagai pemangku kebijakan.

Sebuah penelitian menunjukan hasil survey oleh Pratomo di tahun 2010 menemukan kenaikan upah minimum berpengaruh terhadap peningkatan angka pengangguran. Dampak kenaikan upah minimum terhadap peningkatan angka pengangguran yang terjadi di Indonesia sebenarnya bisa jadi lebih buruk jika tingkat compliance pengusaha terhadap ketentuan upah minimum tinggi. Pratomo (2010) menemukan bahwa masih terdapat sekitar 18 persen buruh di daerah perkotaan digaji di bawah UMR. Sementara di daerah nonkota, sekitar 29 persen buruh digaji di bawah UMR. Hal ini menunjukkan ketidaksiapan sektor usaha untuk memenuhi tuntutan standar UMR. Jika kesiapan itu ada konsekuensi lain adalah pengangguran yang meningkat. sulitnya angkatan kerja baru untuk menembus pasar tenaga kerja karena ketatnya persaingan menjadi musababnya. Kelompok ini biasanya mencari pekerjaan pada sektor informal atau menjadi TKI sebagai alternatif mata pencaharian. Lalu bagaimana sebenarnya yang ideal ?

Pada essay ini akan dibahas bagaimana normatifnya sebuah sistem pengupahan dalam perspektif dengan studi kasus “MayDay” yang menjadi puncak aksi para buruh menuntut kenaikan upah minimum regional.

Bagaimana nilai islam dalam proses produksi terkait sistem pengupahan ?

Pengupahan atau penggajian dalam islam adalah sisitem yang lazim, dalam sejarah sebelum diangkat menjadi Rasul nabi Muhammad pernah menjadi seorang penggembala kambing yang menunjukkan ia ernah menjadi bagian pekerjaan orang lain dan mendapatkan upah dari pekerjaannya saat itu. Hal ini diceritakan dalam sebuah riwayat hadist :

Dari Abu Hurairah, Rasul bersabda: Allah tidak mengutus Rasul kecuali sebelumnya ia sebagai pengembala, sahabat bertanya Anda ya Rasul. Rasul menjawab: Aku mengembala kambing penduduk Mekah dengan upah beberapa qirath.

Dari hadist di atas dapat dilihat bahwa bekerja untuk orang lain bukan pekerjaan yang tidak layak karena dengan pekerjaan tersebut  Rasul mendapatkan rizki Allah dengan halal. Hakikat mencari rizki adalah jalan yang baik atau halal dan memberikan maslahah atau kebermanfaatan untuk sesama. Di negara kita sebagian besar rakyatnya merupakan tenaga kerja baik pada instansi pemerintah, yayasan, dan pabrik. Hal itu disebabkan karena tidak semua orang dapat menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri.

Upah atau gaji harus dibayarkan sebagaimana yang diisyaratkan Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 57, bahwa setiap pekerjaan orang yang bekerja harus dihargai dan diberi upah/gaji. Tidak memenuhi upah bagi para pekerja adalah suatu kezaliman yang tidak disukai Allah.

Tidak ada alasan untuk tidak membayar upah apabila pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja telah selesai dikerjakannya. Bahkan dalam salah satu hadis qudsi orang yang tidak mau membayar upah dinyatakan sebagai musuh Allah sebagaimana dalah hadis berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ

Abu Hurairah berkata bahwa Rasul bersabda firman Allah: ada tiga yang menjadi musuh Saya di hari kiamat, 1. Orang yang berjanji pada-Ku kemudian ia melanggarnya 2. Orang yang menjual orang merdeka lalu ia memakan hasil penjualannya 3. Orang yang mempekerjakan orang lain yang diminta menyelesaikan tugasnya, lalu ia tidak membayar upahnya

Point yang paling disoroti dari hadiat diatas adalah sebuah kedzaliman jika  tidak membayarkan upah pekerja, karena jerih payah dan kerja kerasnya tidak mendapatkan balasan, dan itu sama dengan memakan harta orang lain secara tidak benar.

Hadis ini menjadi dalil bahwa upah merupakan hak bagi pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya. Sebagai pengimbang dari kewajibannya melakukan sesuatu, maka ia mendapatkan upah sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

Pekerja atau orang yang mempekerjakan, sebelumnya harus membicarakan penentuan upah/gaji yang akan diterima oleh pekerja. Karena hal itu akan berpengaruh pada waktu pembayaran upah atau gaji. Besar upah/ gaji di negara kita baik di instansi pemerintah atau pabrik telah ditentukan besarnya upah/gaji yang akan diterima pekerja sekali gus waktu penerimaan upah/gaji, ada yang harian, mingguan, 2 mingguan dan ada yang bulanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salami islam landasan memberi upah adalah :
  1. Ketepatan waktu. Upah seorang buruh harus dibayarkan kepadanya sebelum keringat dibadanya kering.
  2. Penghasilan terbaik ialah penghasilan seorang pekerja dengan syarat ia melakukan pekerjaanya dengan hati-hati dan ia hormat pada majikanya.


Maka yang seharusnya diperbaiki adalah sistem penetapan  itu sendiri, dalam islam penetapan upah disebut hukum ijaratul ajir (kontrak kerja). dalam hukum ini di aturlah akad penentuan upah dengan ketentuan yang relevan diantaranya harus dipertemukannya pihak pekerja (ajir), serta pihak penerima jasa atau pemberi pekerjaan, yakni pihak yang memberikan upah yang disebut dengan pengusaha/majikan (musta’jir). Dalam pertemuan ini pun ada syarat dan ketentuan dimana (1) orang-orang yang mengadakan transaksi (ajiir & musta’jir) haruslah sudah mumayyiz, yakni sudah mampu membedakan baik dan buruk. Maka dari itu, tidak sah melakukan transaksi ijarah jika salah satu atau kedua pihak belum mumayyiz, seperti anak kecil yang belum mampu membedakan baik dan buruk, orang yang lemah mental, orang gila, dan sebagainya; (2) transaksi (akad) harus didasarkan pada keridhaan kedua pihak, tidak boleh ada unsur paksaan.

Transaksi (akad) ijarah haruslah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang dapat mencegah terjadinya perselisihan di antara kedua pihak yang bertransaksi. Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajiir, maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Karena itu, untuk mengontrak seorang ajiir tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. Untuk itu, jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Transaksi ijarah yang masih kabur, hukumnya adalah fasid (rusak). Selain itu, waktunya juga harus ditentukan, semisal harian, bulanan, atau tahunan. Di samping itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan. Karena itu, dalam transaksi ijarah, hal-hal yang harus jelas ketentuannya adalah menyangkut: (a) bentuk dan jenis pekerjaan, (b) masa kerja; (c) upah kerja; serta (d) tenaga yang dicurahkan saat bekerja
Dengan jelasnya dan terperincinya ketentuan-ketentuan dalam transaksi ijaratul ajir tersebut, maka diharapkan setiap pihak dapat memahami hak dan kewajiban mereka masing-masing. Pihak pekerja di satu sisi wajib menjalankan pekerjaan yang menjadi tugasnya sesuai dengan transaksi yang ada; di sisi lain ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan kesepakatan yang ada. Demikian pula pihak pengusaha berkewajiban membayar upah pekerja dan menghormati transaksi kerja yang telah dibuat dan tidak bisa bertindak semena-mena terhadap pekerja. Misalnya, secara sepihak melakukan PHK; memaksa pekerja bekerja di luar jam kerjanya. Namun, pengusaha juga berhak mendapatkan jasa yang sesuai dengan transaksi dari pekerja; berhak menolak tuntutan-tuntuan pekerja di luar transaksi yang disepakati, seperti tuntutan kenaikan gaji, tuntutan tunjangan, dan sebagainya.

Restorasi Kedisiplinan dan Kedinamisan Produksi untuk Proyeksi Kekuatan Perekonomian Indonesia Nomor Wahid di Dunia

By: Nur Fitroh Febrianto

Capitalism doesn’t permit an even flow of econoic resouces. With the system, a small privileged few are rich beyond conscience, and almost all olthers are dooomed to be poor at some level. That’s the way the system works. And since we know that the system will not change the rules, we are going to have to change the system (Marthin Luther King, 1929)

            Dekonstruksi motivasi kerja yang menjangkit para pelaku faktor produksi adalah salah satu amsal yang menyebabkan turunnya produktivitas dalam suatu negara, khususnya Indonesia. Padahal, motivasi sebagaimana diungkapkan Wursanto (1988: 132) adalah alasan, dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu. Menurut data dari Indeks Pembangunan Manusia yang dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) yang diukur melalui dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak pada tahun 2013, Indonesia berada di peringkat 111 dari 182 negara. Hal ini dapat disimpulkan bahwa umur manusia, pengetahuan, dan hidup layak di Indonesia sangatlah rendah bila dibandingkan dengan Brunei Darussalam (30) serta Malaysia (64).

            Berbagai faktor yang melatarbelakanginya mulai dari kurangnya pemberian insentif terhadap pegawai yang memiliki kedisiplinan tinggi dalam bekerja, serta sikap kepemimpinan yang kurang loyal terhadap karyawan. Permasalahan tersebut merupakan permasalah terhadapat restorasi kedisiplinan dan keinamisan produksi, hal ini membuat kita bertanya apakah Indonesia tidak ingin menjadi bangsa besar? Ataukah ada sikap individualisme dalam perkembangan perekonomian kita?

Restorasi Kedisiplinan dan Kedinamisan

Marthin Luther King merupakan pastor dan aktivis HAM dari Amerika Serikat. Dalam kesempatannya, ia mengatakan bahwa kapitalisme tidak memiliki sebuah aliran sumber ekonomi yang tetap sehingga seseorang yang menganut sistem tersebut akan mengalami kemiskinan yang sama dan yang semakin kaya akan semakin kaya.

Hal ini sesuai dengan Dr. Rizal Ramli, mantan menteri koordinator perekonomian di era Gus Dur pernah berkata: “Masalah ekonomi Indonesia sudah terlalu ruwet dan ribet, tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara konvensional. Harus dengan terobosan-terobosan baru”.

Kedisiplinan dan kedinamisan dalam produksi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas suatu negara. Cara untuk mencapai produktivitas tidak hanya dengan cara meningkatkan kedisiplinan dan kedinamisan produksi, akan tetapi sistem yang dianut juga. Ini karena ketika produktivitas pada titik maksimal, maka produktivitas tersebut hanya milik beberapa orang dan akan memiskinkan sebagian besar orang.

Proyeksi Perekonomian Nomor Wahid

Indonesia adalah negara agraris sekaligus negara maritim yang kaya akan beragam macam sumber daya alam yang ada di seluruh penjuru nusantara. Kekayaan alam dan jumlah penduduk yang melimpah dapat dikembangkan menjadi modal pembangunan dimasa depan.  Berdasarkan data dari CIA (Central Intelligence Agency) World Factbook pada tahun 2015, jumlah penduduk (populasi) Indonesia telah menempatkan pada urutan peringkat 4 dari 195 negara yang ada di dunia. Kondisi ini akan membaik jika pengelolaan SDM yang terkoordiansi dengan baik sehingga dapat memberikan output bagi pembangunan bangsa. Akan tetapi, kondisi ini akan semakin memburuk jika program pembangunan yang disiapkan pemerintah tidak mampu menyentuh seluruh masyarakat. Di lain sisi, kemiskinan yang tejadi di Indonesia berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada Bulan September tahun 2013 sejumlah 28,55 Juta orang. Hal ini akan semakin diperparah dengan adanya pemberlakuan Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean yang telah dimulai pada awal tahun 2015 yang menuntut adanya liberalisasi arus barang dan jasa terhadap masing-masing sektor, baik individu maupun negara.
            
Tantangan tersebut merupakan sebuah pilihan bagi Indonesia. Indonesia akan maju jika dapat menangkap peluang yang dapat dijadikan sebagai kekuatan seperti peningkatan ekspor sehingga menaikkan neraca perdagangan Indonesia dan cadangan devisa negara. Akan tetapi, merupakan sebuah ketakutan bagi Indonesia jika masyarakat Indonesia tidak dapat menangkap peluang-peluang yang ada.

Oleh karena itu, melalui restorasi inilah diharapkan produktivitas akan meningkat dan dengan produktivitas tersebut akan menjadikan Indonesia akan semakin maju dan mejadi negara yang kuat serta mandiri dibidang perekonomian.  

Minggu, 13 November 2016

Qard dan ‘Ariyah

By: Linawati Arilia


  1. Pengertian ‘ariyah

Secara bahasa, ‘ariyah adalah pinjaman. Menurut Hanafiyah, ‘ariyah adalah
تَمْلِيْكُ المَنَا فِعِ مَجَا نًا
“memilikkan manfaat secara Cuma – Cuma “
Menurut madzhab syafi’i pinjam meminjam ialah membolehkan mengambil manfaat dari orang yang mempunyai keahlian melakukan derma dengan barang yang halal diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh untuk dikembalikan kepada orang yang melakukan kesukarelaan.

Menurut Hendi Suhendi (2011) ‘ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara Cuma – Cuma (gratis). Bila di gantikan dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah.

  • Dasar Hukum ‘ariyah

Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutif oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah hukumnya wajib ketika awal islam. Ada juga yang berpendapat ariyah ini adalah suatu usaha tolong menolong oleh karena itu hukumnya boleh atau mubah sapanjang yang demikian itu dilakukan sesuai dengan ketentuannya.

Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran ialah:
dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.”
(Qs. Al-Maidah(5):2).

Selain dari Al-Quran, landasan hukum yang kedua adalah Al-Hadis, ialah:
barang peminjaman adalah benda yang wajib dikembalikan
(Riwayat Abu Daud)

“Dari Samurah Ibnu jundab bahwa Rosululloh  SAW bersabda:” tangan bertanggung jawab terhadap apa yang ia ambil sampai ia mengembalikan”( Riwayat Ahmad dan empat imam, hadis sohih menurut hakim).


“Dari anas bin malik ia berkta; telah terjadi rasa ketakutan (sernngan musuh) dikota madinah. Lalu nabi meminjam seekor kuda dari abi talhah yang diberi mandub, kemudian beliau mengendarainya, setelah beliau kembali beliau bersbda: kami tidak melihat apa-apa yang kami temui hanya lautan (HR. Muttafaq ‘alaih).
Rukun ‘Ariyah

Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah ijab dan qabul, tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab kabul dengan ucapan.
Menurut Syafi’iyah, rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:
  1. Kalimat mengutangkan (lafadz)
  2. Mu’ir (orang yang mengutangkan), musta’ir (orang yang menerima hutang)
  3. Benda yang dihutangkan.

Qardul Hasan adalah akad pinjam meminjam yang tidak menarik biaya admin, atau tanpa ujroh. Biasanya akad ini diterapkan di perbankan. Jika dana qard kurang, maka bisa diambilkan dari DPK.

Contoh yang sekarang ini masih menjadi perdebatan adalah tentang talangan haji. Transaksi ini diperbolehkan tetapi jika tidak ada ujrah atau upah.

Tanggung jawab peminjam
Bila peminjam telah memegang barang – barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, maka ia berkewajiban untuk menggantikannya. Artinya ,berani meminjam harus berani menjamin baik dari segi pemakaiannya.

Minggu, 06 November 2016

Kewirausahaan: Perspektif Islam

By: Dini Wahyu Pratiwi

Kewirausahaan merupakan sebuah disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan gerakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih tinggi dan inovatif. Perguruan Tinggi mewajibkan semua jurusan untuk memberikan mata kuliah kewirausahaan yang bertujuan untuk mahasiswa supaya tidak hanya menjadi pencari kerja akan tetapi juga pencipta kerja. Memberi pengarahan tentang kewirausahaan terhadap mahasiswa berguna bagi mereka yang memang tertarik dengan dunia wirausaha agar lebih fokus terhadap tujuannya nanti.

            Menurut pernyataan PBB bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2 % dari jumlah penduduknya. Sedangkan di Indonesia menurut Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung GEde Ngurah Puspayogamengatakan bahwa jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 % dari jumlah penduduk saat ini masih kalah dengan negara tetangga yaitu singapura sebesar 7 %,  Malaysia 5 % dan Thailand 4% . Jika jumlah pengusaha meningkat dapat menggerakan semua sumber daya dari mulai menyerap lebih banyak tenaga kerja yang dapat mengurangi penggangguran dan juga dapat  mengelola secara baik sumber daya alam yang ada di Indonesia.

            Islam menawarkan konsep kewirausahaan yang sangat kompleks. Perdagangan dalam islam adalah aspek kehidupan yang masuk ke dalam bagian mu’amalah yaitu kegiatan yang berkenaan dengan hubungan horisontal antar manusia dan nantinya akan tetap dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.  Manusia dalam Q.S Al-baqarah ayat 30 adalah sebgai khalifah yang mengatur segala yang ada di bumi. Seharusnya manusia memberikan value added yang berguna untuk kemaslahatan.

            “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi,dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Q.s Al jumuah ayat 10. Ayat yang menjelaskan tentang melakukan ibadah terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan yang lain. Setelah itu kita diperintahkan untuk bertebaran yang artinya berusaha untuk mencari rezeki yang baik dengan berwirausaha dan dala melakukan kegiatan tersebut kita tetap harus mengingat Allah terus dan terus supaya apa yang diperoleh nantinya bermanfaat. Nabi Muhamad SAW telah menjadi seorang figur wirausahawan yang sukses dengan berlandaskan Al-quran menerapkan empat sikap kenabian yaitu siddiq, tabligh, amanah dan fatonah dalam bertransaksi. Raslullah telah memulai bisnisnya sejak dia berusia 12 tahun jauh ia memperoleh gelar kenabiannya. Dimulai dengan membeli barang dari suatu pasar kemudian menjualnya kembali kepada orang lain untuk mendapatkan keuntungan yang akan dapat membantu meringankan beban pamannya. Rasulullah bersama dengan pamannya melakukan perjalanan dagang hingga ke Syria. Bisnis yang terust berkembang hingga Khadijah menawarkan kemitraan bisnis dengan sistem profit sharing.

            Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan wirausaha. Banyak ditemukan ayat atau hadits yang mendorong seorang muslim untuk berwirausaha. Misalanya dala hadits berikut:
“Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnyadi dunia perdagangan itu ada 9 dari 10 pintu rizki (HR. Ahmad)

Dan lihat yang ini:
“Pekerjaan apa yang paling baik ya Rasululah?” beliau menjawab “ Seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih “ (HR. Al Bazzar)

            PErjalan yang dilakukan Rasulllah SAW selama bertahuntahun untuk melakukan perdagangan memberikan hikmah berupa unsur-unsur manajemen usaha Rasulullah SAW. Dalam melakukan penggembalaan kambingpu Rasulullah SAW terdapat nilai-nilai luhur yang terkandung seperti harus menentukan tempat dimana tumbuh rumpt yang subur, mengarahkan gembalaan untuk menuju ketempat yang subur, mengawasi kambing supaya tidak terpisah dari gerombolannya, dari hewan pemangsa dan pencuri, serta perenungan alam, manusia dan tuhan.

             Sudah jelas dari semua uraian di atas tentang perlunya belajar wirausaha yang di sertai prakteknya dianalogikan seperti ini “ Kamu membaca 100 buku tentang berenang itu tidak akan membuatmu bisa berenang kecuali kamu mempraktekkan langsung ke dalam air”sama dengan berwirausaha yang memang harus dilakukan.Tentunya jangan melupakan kaidah-kaidah secara islam agar memperoleh falah.