By: Nur Fitroh Febrianto
Nama Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) mungkin
sebagian besar telah akrab di telinga masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama
Islam. Sebuah ajaran sekaligus anjuran bagi umat muslim untuk berhubungan baik
kepada makhluk Allah atau Hablum Minannas.
Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang artinya: "Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku'lah kamu beserta
orang-orang yang ruku'."(QS. Al-Baqarah: 43). Bahkan, di ayat lain
disebutkan surat Al-Mukminun ayat 1- 4: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang
yang khusyu' dalam shalatnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tidak berguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat."
Pemaknaan penggunaan kata zakat setelah sholat,
bahkan diartikan sebagai urgensi pelaksanaan zakat hampir sama dengan sholat
wajib lima waktu. Bahkan, zakat digagas sebagai solusi untuk mengentaskan
kemiskinan di Indonesia. Sesuai dengan rencana yang akan dilaksanakan oleh
Bappenas yang akan menggunakan dana zakat untuk membantu masyarakat miskin
Indonesia. Tidak hanya zakat, dana infaq dan shodaqoh juga dirasa sebagai
solusi untuk membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah, dan anak-anak
miskin untuk melanjutkan sekolah dalam bertahan melawan di tengah kuatnya
persaingan global. Akan tetapi, pernahkah terpikirkan bahwa zakat, infaq, dan
shodaqoh akan menyebabkan inflasi dalam jangka panjang dan justru akan
menyengsarakan bagi orang yang melakukan amal baik tersebut?.
Dalam ekonomi pada umumnya, dikenal bahwa teori
konsumsi adalah Y= C + S, yaitu pendapatan seseorang adalah jumlah konsumsi
ditambah tabungan atau sisa dari konsumsi. Yang disimbolkan Y = pendapatan, C =
Konsumsi, dan S = tabungan. Sejatinya, zakat, infaq, dan shodaqoh adalah konsumsi
yang dikeluarkan seseorang. Logikanya, harta tersebut akan terus berkurang
seiring bertambahnya zakat, infaq, dan shodaqoh. Hal ini akan menambah jumlah
konsumsi seseorang dan mengurangi tabungan masa depan seseorang. Implikasi yang
ditimbulkan ketika seseorang akan selalu mengkonsumsi adalah inflasi.
Beredarnya jumlah uang yang ditimbulkan oleh zakat, infaq, dan shodaqoh dengan
berlatar belakang sosial justru akan menyebabkan inflasi dalam jangka panjang.
Seseorang akan terus menerus melakukan hal tersebut dengan dalih membantu orang
lain, sehingga menimbulkan banyaknya uang yang beredar di kalangan masyarakat.
Selain itu, zakat, infaq, dan shodaqoh akan menggugah masyarakat lain untuk
ikut juga dalam mengeluarkan uangnya ke dalam pasar. Simplenya, ketika uang
tersebut terlalu banyak di masyarakat, maka nilai mata uang rupiah terus-menerus
menjadi murah. Ibarat sebuah sampah yang tidak mempunyai nilai tukar dengan
apapun karena setiap manusia mempunyai sampah dan tidak mempunyai nilai guna.
Melihat apa yang telah terjadi di Negara Zimbabwe dengan tingkat inflasi yang
begitu tinggi sehingga berapa juta dollar Zimbabwe hanya dapat membeli beberapa
butir telur. Pertanyaannya? apakah Tuhan memiliki drama yang cukup unik untuk
memusnahkan manusia?.
Miris memang ketika konsep yang ditawarkan ekonomi
Islam hanyalah sekadar doktrin. Di era yang modern nan global ini, manusia mengunggulkan
sikap rasionalitas dalam menilai dan memutuskan sebuah perkara. Hal inilah yang
terjadi ketidaksepahaman antara ajaran Ilahi dan akal manusia. Memang dalam hal
akhidah, doktrin tersebut hanyalah bertujuan untuk ujian kepada manusia. Siapa
saja yang percaya dan taat kepada Tuhan dalam rasa pengabdian yang
sebenar-benarnya melalui rangkaian ibadah yang telah diatur tanpa perlu
mengetahui alasan logis. Akan tetapi, apakah muamalah yang telah diatur-Nya
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits hanyalah sebuah doktrin saja? Padahal muamalah
berfungsi untuk mengatur jalan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Jawabannya
adalah tidak.
Sering kali konsep yang dipaparkan mengenai
keilmiuan ekonomi Islam hanyalah sekadar perintah Tuhan. Ketika berbicara
mengenai sektor perbankan syariah, maka kesimpulannya adalah maslahah. Sama
halnya dengan sektor-sektor bisnis lainnya yang garis tengahnya adalah
maslahah. Memang benar. Akan tetapi, aspek penting dalam proses menuju
kemaslahan terkadang sering dilupakan untuk dijelaskan.
Kembali ke topik bahasan awal yakni ZIS penyebab
inflasi?. Salah satu mengapa ZIS dalam konvensional dapat menyebabkan inflasi
karena ZIS termasuk dalam jumlah konsumsi. Sejatinya pengeluaran untuk ZIS dan
pengeluaran untuk konsumsi sangatlah berbeda, mengapa demikian dalam Teori
Konsumsi Kontemporal Islam berpendapat jumlah dari konsumsi, infaq atau yang
lainnya, dan tabungan atau Y = C + Infaq + S. Akan tetapi, ada beberapa teori
yang menyatakan bahwasannya konsumsi dengan infaq dapat dijadikan satu yang dirangkai
dalam penamaan “Final Spending” atau
FS. (Pada pembahasan selanjutnya akan lebih lanjut membahas tanggapan mengenai Final Spending dalam Teori Konsumsi Inter-Temporal Islam). Hakekatnya, ketika seseorang berzakat, infaq, dan shodaqoh
adalah memberikan orang lain kesempatan (masyarakat fakir, miskin) untuk
merasakan nikmatnya hidup di dunia. Sehingga logikanya, kesempatan menikmati
harta lebih merata kepada seluruh elemen masyarakat dan nilai kesempatan
penikmatan tersebut berkurang pada pihak orang yang memiliki harta lebih (orang
kaya). Sehingga mustahil untuk terjadinya inflasi akibat adanya zakat, infaq,
dan shodaqoh yang ada adalah penguatan mata uang rupiah. Mengapa demikian?,
penggunaan mata uang rupiah dalam mekanisme pasar justru akan menguatkan nilai
mata uang rupiah. Ibarat sebuah permata yang langka, maka nilai jualnya akan
semakin mahal. Rupiah akan lebih intensif dicari oleh pasar dan menyebabkan peningkatan
permintaan rupiah. Selain itu, dengan zakat, infaq, dan shodaqoh akan menghidupkan
kembali sektor UMKM yang dapat berimplikasi kepada peningkatan produktivitas
yang signifikan terhadap negara.
Hal positif untuk Indonesia, ketika produktivitasnya
dikokohkan melalui kinerja zakat, infaq, dan shodaqoh. Dengan ZIS diharapkan
pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat dan dapat mengatur secara bersamaan antara
keseimbangan relatif antara distribusi dan peningkatan merata dalam
kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan sehingga ditahun-tahun berikutnya
Indonesia akan salah satu negara macan asia. Di lain sisi, bagi seseorang yang
telah menyisihkan dana untuk keperluan ZIS, Allah telah berjanji untuk
menggantinya dengan dua kali lipat, bahkan lebih. Sesuai dengan Surah
Al-Baqoroh ayat 265 yang artinya: “Dan
perumpaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya du kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Daan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat”.
gambar: https://kreditgogo.com/img/u/Keuangan-dan-Anda/maal.675886393.jpg
0 komentar:
Posting Komentar