Rabu, 05 Oktober 2016

Filled Under:

Zakat, Infaq, dan Shodaqoh: Sistem Tuhan Penyebab Inflasi???

09.00.00

By: Nur Fitroh Febrianto

Nama Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) mungkin sebagian besar telah akrab di telinga masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam. Sebuah ajaran sekaligus anjuran bagi umat muslim untuk berhubungan baik kepada makhluk Allah atau Hablum Minannas. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang artinya: "Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku'lah kamu beserta orang-orang yang ruku'."(QS. Al-Baqarah: 43). Bahkan, di ayat lain disebutkan surat Al-Mukminun ayat 1- 4: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya; dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna; dan orang-orang yang menunaikan zakat."

Pemaknaan penggunaan kata zakat setelah sholat, bahkan diartikan sebagai urgensi pelaksanaan zakat hampir sama dengan sholat wajib lima waktu. Bahkan, zakat digagas sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Sesuai dengan rencana yang akan dilaksanakan oleh Bappenas yang akan menggunakan dana zakat untuk membantu masyarakat miskin Indonesia. Tidak hanya zakat, dana infaq dan shodaqoh juga dirasa sebagai solusi untuk membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah, dan anak-anak miskin untuk melanjutkan sekolah dalam bertahan melawan di tengah kuatnya persaingan global. Akan tetapi, pernahkah terpikirkan bahwa zakat, infaq, dan shodaqoh akan menyebabkan inflasi dalam jangka panjang dan justru akan menyengsarakan bagi orang yang melakukan amal baik tersebut?.

Dalam ekonomi pada umumnya, dikenal bahwa teori konsumsi adalah Y= C + S, yaitu pendapatan seseorang adalah jumlah konsumsi ditambah tabungan atau sisa dari konsumsi. Yang disimbolkan Y = pendapatan, C = Konsumsi, dan S = tabungan. Sejatinya, zakat, infaq, dan shodaqoh adalah konsumsi yang dikeluarkan seseorang. Logikanya, harta tersebut akan terus berkurang seiring bertambahnya zakat, infaq, dan shodaqoh. Hal ini akan menambah jumlah konsumsi seseorang dan mengurangi tabungan masa depan seseorang. Implikasi yang ditimbulkan ketika seseorang akan selalu mengkonsumsi adalah inflasi. Beredarnya jumlah uang yang ditimbulkan oleh zakat, infaq, dan shodaqoh dengan berlatar belakang sosial justru akan menyebabkan inflasi dalam jangka panjang. Seseorang akan terus menerus melakukan hal tersebut dengan dalih membantu orang lain, sehingga menimbulkan banyaknya uang yang beredar di kalangan masyarakat. Selain itu, zakat, infaq, dan shodaqoh akan menggugah masyarakat lain untuk ikut juga dalam mengeluarkan uangnya ke dalam pasar. Simplenya, ketika uang tersebut terlalu banyak di masyarakat, maka nilai mata uang rupiah terus-menerus menjadi murah. Ibarat sebuah sampah yang tidak mempunyai nilai tukar dengan apapun karena setiap manusia mempunyai sampah dan tidak mempunyai nilai guna. Melihat apa yang telah terjadi di Negara Zimbabwe dengan tingkat inflasi yang begitu tinggi sehingga berapa juta dollar Zimbabwe hanya dapat membeli beberapa butir telur. Pertanyaannya? apakah Tuhan memiliki drama yang cukup unik untuk memusnahkan manusia?.

Miris memang ketika konsep yang ditawarkan ekonomi Islam hanyalah sekadar doktrin. Di era yang modern nan global ini, manusia mengunggulkan sikap rasionalitas dalam menilai dan memutuskan sebuah perkara. Hal inilah yang terjadi ketidaksepahaman antara ajaran Ilahi dan akal manusia. Memang dalam hal akhidah, doktrin tersebut hanyalah bertujuan untuk ujian kepada manusia. Siapa saja yang percaya dan taat kepada Tuhan dalam rasa pengabdian yang sebenar-benarnya melalui rangkaian ibadah yang telah diatur tanpa perlu mengetahui alasan logis. Akan tetapi, apakah muamalah yang telah diatur-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits hanyalah sebuah doktrin saja? Padahal muamalah berfungsi untuk mengatur jalan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Jawabannya adalah tidak.

Sering kali konsep yang dipaparkan mengenai keilmiuan ekonomi Islam hanyalah sekadar perintah Tuhan. Ketika berbicara mengenai sektor perbankan syariah, maka kesimpulannya adalah maslahah. Sama halnya dengan sektor-sektor bisnis lainnya yang garis tengahnya adalah maslahah. Memang benar. Akan tetapi, aspek penting dalam proses menuju kemaslahan terkadang sering dilupakan untuk dijelaskan.

Kembali ke topik bahasan awal yakni ZIS penyebab inflasi?. Salah satu mengapa ZIS dalam konvensional dapat menyebabkan inflasi karena ZIS termasuk dalam jumlah konsumsi. Sejatinya pengeluaran untuk ZIS dan pengeluaran untuk konsumsi sangatlah berbeda, mengapa demikian dalam Teori Konsumsi Kontemporal Islam berpendapat jumlah dari konsumsi, infaq atau yang lainnya, dan tabungan atau Y = C + Infaq + S. Akan tetapi, ada beberapa teori yang menyatakan bahwasannya konsumsi dengan infaq dapat dijadikan satu yang dirangkai dalam penamaan “Final Spending” atau FS. (Pada pembahasan selanjutnya akan lebih lanjut membahas tanggapan mengenai Final Spending dalam Teori Konsumsi Inter-Temporal Islam). Hakekatnya, ketika seseorang berzakat, infaq, dan shodaqoh adalah memberikan orang lain kesempatan (masyarakat fakir, miskin) untuk merasakan nikmatnya hidup di dunia. Sehingga logikanya, kesempatan menikmati harta lebih merata kepada seluruh elemen masyarakat dan nilai kesempatan penikmatan tersebut berkurang pada pihak orang yang memiliki harta lebih (orang kaya). Sehingga mustahil untuk terjadinya inflasi akibat adanya zakat, infaq, dan shodaqoh yang ada adalah penguatan mata uang rupiah. Mengapa demikian?, penggunaan mata uang rupiah dalam mekanisme pasar justru akan menguatkan nilai mata uang rupiah. Ibarat sebuah permata yang langka, maka nilai jualnya akan semakin mahal. Rupiah akan lebih intensif dicari oleh pasar dan menyebabkan peningkatan permintaan rupiah. Selain itu, dengan zakat, infaq, dan shodaqoh akan menghidupkan kembali sektor UMKM yang dapat berimplikasi kepada peningkatan produktivitas yang signifikan terhadap negara.


Hal positif untuk Indonesia, ketika produktivitasnya dikokohkan melalui kinerja zakat, infaq, dan shodaqoh. Dengan ZIS diharapkan pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat dan dapat mengatur secara bersamaan antara keseimbangan relatif antara distribusi dan peningkatan merata dalam kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan sehingga ditahun-tahun berikutnya Indonesia akan salah satu negara macan asia. Di lain sisi, bagi seseorang yang telah menyisihkan dana untuk keperluan ZIS, Allah telah berjanji untuk menggantinya dengan dua kali lipat, bahkan lebih. Sesuai dengan Surah Al-Baqoroh ayat 265 yang artinya: “Dan perumpaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya du kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Daan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat”.

gambar: https://kreditgogo.com/img/u/Keuangan-dan-Anda/maal.675886393.jpg

0 komentar:

Posting Komentar