Kamis, 06 Oktober 2016

Filled Under:

The Era of Liberalization International Trade: Islamic Economic Perspective

23.20.00

By: Nur Fitroh Febrianto, Fadhilah Rahmawati, and Linawati Arilia

Era liberalisasi perdagangan internasional adalah sebuah sistem perdagangan yang lebih memfokuskan kepada pengembangan pasar terbuka. Konsep ekonomi ini mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dan World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Produsen dari berbeda negara bebas masuk produknya ke negara lain tanpa adanya hambatan bea cukai atau pajak ekspor dan impor yang telah ditetapkan pemerintah negara tujuan. Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional pada tanggal 13 Maret 2016, Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Sehinggan dengan adanya perdagangan interasional, komunikasi antara satu negara dengan negara lain terjalin.

Sejak diperkenalkan pertama kali oleh Adam Smith dalam bukunya “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations“ atau lebih dikenal dengan singkatan “The Wealth  of Nation” bukunya yang menggambarkan sejarah perkembangan industri dan perdagangan di Eropa serta dasar-dasar perkembangan perdagangan bebas dan kapitalisme dengan teorinya yang disebut “invisible hand theory” atau “Teori Tangan Tak Terlihat”. Inti dari teori Invisible Hand yaitu kompetisi distributor atau penjual dengan konsumen atau pembeli akan menghasilkan relativitas harga terbaik atau kemungkinan terbaik dalam transaksi. Sehingga dari sinilah perdagangan bebas internasional mencapai puncaknya. Seorang produsen di sebuah negara yang memiliki banyak sumber daya baik alam maupun manusia sehingga terciptanya sebuah produk dan menjual kepada konsumen disebuah negara yang minim akan sumber daya. Dari sinilah praktik liberalisasi perdagangan internasional dikenal oleh banyak para ekonom sebagai sebuah solusi terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa tersebut.

Akan tetapi, sesuai berjalannya waktu sistem perdagangan internasional memiliki sebuah permasalahan diantaranya yaitu :
  1. Penguasaan pasar internasional terhadap satu negara maju. Sebagai pemilik kekuatan absolut ekonomi di dunia. Sistem perdagangan internasional sebagai salah satu jalan bagaimana sebuah negara dapat menguasai perekonomian negara lain. Hal ini tentu akan mengganggu perekonomian lemah yang akhirnya dapat menurunkan jumlah produksi negara tersebut.
  2. Materialistik atau Sikap Konsumtif. Hal ini dikarenakan negara dengan perekonomian kuat mampu menguasai pasar dengan sempurna sehingga negara berkembang dan negara miskin adalah sebuah target pasar global. Tentunya ketika negara maju telah mengusai pasar, maka jumlah produksi negara tersebut menurun dan penduduk negara tersebut hanyalah sebagai konsumen yang berakhir menjadi sebuah sikap konsumtif.
  3. Pengekspolitasian Sumber Daya terhadap Negara Maju. Sistem yang diangkat oleh Adam Smith lebih menekankan terhadap pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini dapat investor asing mendapatkan sumber daya negara berkembang dan maju dengan mudah.

Akan tetapi, disisi lain perdagangan bebas internasional dibutuhkan untuk zaman yang semakin global ini. Bahkan di Amerika, Impor merupakan salah satu sumber penghasilan negara tersebut. Tercatat 15 persen dari GDP Amerika Serikat dan miliaran dollar mengalir melalui pasar modal internasional setiap harinya. Sehingga dari sinilah sistem ekonomi islam muncul sebagai solusi untuk mencegah dampak negatif daripada perdagangan bebas internasional. Tentunya dalam mengahdapi dampak negatif dari liberalisasi perdagangan internasional dibutuhkan peranan umara’( pemimpin), ulama’ (orang-orang yang ahli), dan masyarakat umum. Ketiga subjek ini tentu akan menentukan bagaimana arah perekonomian  sebuah bangsa. Tidak akan mampu menyaring dampak negatif liberalisasi perdagangan internasional jika salah satu subjek tidak mendukung.



Sebenarnya sistem ekonomi islam telah ada sejak Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Hal dapat dibuktikan dari segala prinsp-prinsip yang dipakai oleh ekonomi islam dikembangkan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits serta Ijtihad dari para ulama’. Terbukti beberapa negara yang menerapkan sistem ekonomi islam ini mampu menghadapi tantangan-tantangan ekonomi, khususnya di era liberalisasi perdagangan bebas ini. Bahkan di Indonesia perkembangan industri jasa keuangan syariah tiap tahunnya semakin meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dari grafik tahun 2010 hingga tahun 2014 berikut ini.


Sumber Data: Buku Road Map IKNB SYARIAH 2015-2019

Dari grafik di atas, bisa dilihat bahwa dari tahun ke tahun, angka perkembangan ekonomi syariah setiap tahunnya mengalami peningkatan. Baik itu perbankan syariah, pasar modal syariah, dan IKNB Syariah. Tercatat pada tahun 2014, perbankan syariah di Indonesia lebih dari 250. Untuk pasar modal, tahun 2014 lebih dari 3.000 dan IKNB syariah lebih dari 45. 

Perdagangan internasional atau perdagangan antar negara sejatinya telah dikenal sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Dikutip dari http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/10/23/mv3fkm-jejak-dagang-rasulullah-saw pada tanggal 13 maret 2016, Nabi Muhammad SAW pernah memimpin sebuah ekspedisi perdagangan luar negeri saat usianya masih 17 tahun. Bahkan dalam sebuah buku yang berjudul Muhammad A Trader karya Afzalur Rahman menyebutkan reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis sangatlah bagus. Sehingga beliau dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. 
           
Dari sinilah, sebenarnya perdagangan internasional bukanlah merupakan larangan dalam islam. Bahkan Allah pun tidak membatasi umat-Nya untuk mencari karunia di muka bumi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya : apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Dalam ayat tersebut Allah menyuruh umat manusia untuk bertebaran di bumi atau menyebar ke seluruh daerah untuk mencari karunia Allah (rezeki yang berasal dari Allah). Dalam ayat ini tidak digunakan kalimat “Bertebaranlah kamu di daerah mu” akan tetapi Allah menginformasikan dengan kalimat “Bertebaranlah kamu di muka bumi” sehingga dalam Islam perdagangan internasional diperbolehkan. Akan tetapi, Allah memberikan batasan-batasan terhadap perdagangan baik lokal maupun internasional atau dapat disebut prinsip-prinsip ekonomi islam :

  1. Tidak Mengandung Unsur Riba. Secara bahasa riba yaitu tambahan, sedangkan menurut syariat adalah menambah sesuatu yang khusus. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqoroh ayat 275 yang artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga satu individu dengan yang lainnya membutuhkan satu sama lainnya. Adanya praktik riba tentu akan merugikan satu individu lain dan akan menguntungkan lainnya. Hal tersebut dalam Islam bukanlah sebuah keadilan, sehingga dari sinilah Islam melarang riba.
  2. Tidak Mengandung Unsur Penipuan (Gharar). Rasulullah SAW bersabda : “Sesama muslim adalah saudara. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya kemudian ia tidak menjelaskan cacat tersebut” (Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah). Praktik penipuan dalam Islam tentu dilarang keras oleh Allah dan Rasulullah Muhammad SAW. Hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap konsumen atau pembeli begitupun sebaliknya.
  3. Tidak Mengandung Unsur Ketidak pastian (Jahalah). Dalam Islam, perdagangan sebuah hal yang belum pasti atau abstrak merupakan larangan dari Allah. Hal ini dikarenakan akan menimbulkan perselisihan antar penjual dan pembeli.Disisi lain, ketidak pstian mengandung unsur risiko atau judi dan judi dilarang oleh Islam.
  4. Tidak Mengandung Unsur Bahaya (Dharar). Berdagang dalam Islam merupakan hal yang diperbolehkan. Akan tetapi, Allah melarang menjual barang atau jasa yang ketika hal tersebut dikonsumsi atau digunakan dapat membahayakan bagi pemakainya.
  5. Tidak Mengandung Unsur Judi (Masyir). Allah SWT berfirman yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr (minuman keras), judi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah najis yang merupakan perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat kemenangan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran meminum khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu)". Hakekatnya berjudi merupakan sebuah pengambilan peluang. Hal inilah yang menjadikan judi adalah sebuah larangan dalam Islam karena tidak adanya sebuah ketidak pastian.
  6. Tidak Mengandung Unsur haram. Sejatinya Allah melarang segala sesuatu yang berkaitan dengan yang haram. Hal ini dikarenakan Allah segala hal yang haram pasti membawakan mudharat (keburukan) bagi yang mengkonsumsinya. Seperti halnya : daging babi, khamr atau minuman keras, dan segala sesuatu yang diperoleh melalui cara-cara yang dilarang oleh Islam (merampok, mencuri, menyamun, dll)
            Demikian sebuah batasan- batasan dalam melakukan transaksi ataupun perdagangan baik lokal maupun dalam kancah internasional. Akan tetapi, lebih dari itu. Ekonomi Islam mempunyai sebuah solusi untuk mencegah terjadinya dampak negatif akibat dari perdagangan bebas internasional. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya umara’ sebagai pemimpin, ulama’ sebagai para pakar ekonomi, serta masyarakat pada umumnya yakni :

A.  Peranan Umara’ :
1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh umara’ dalam rangka untuk melayani umat. Distribusi barang ataupun jasa secara menyeluruh merupakan salah satu menciptakan mekanisme pasar yang adil. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”
            Sehingga dari distribusi sumber daya yang merata, tidak akan terjadi kesenjangan sosial dimasyarakat dan tidak terjadi penumpukan sumber daya yang akan berakibat terjadinya ketidak stabilan harga.

2. Memonopoli Sumber Daya untuk Kepentingan Umat
Penguasaan sumber daya yang strategis merupakan salah satu kebijakan yang dapat dibuat oleh Umara’ atau pemerintah. Hal ini dikarenakan agar sumber daya strategis tersebut tidak dikuasai oleh sebagian orang maupun anggota. Sehingga hasilnya adalah pasar berjalan sesuai dengan mekanismenya.
Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad : “Pernah naik harga (barang-barang) di Madinah zaman Rasulullah SAW. Orang-orang berkata “Ya Rasulullah, telah naik harga, karena itu tetapkanlah harga bagi kami”. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah itu penetap harga, yang menahan, yang melepas, yang memberi rezeki dan sesungguhnya aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu menuntut aku lantaran menzalimi di jiwa atau di harga” (HR. lima Imam kecuali Nasa’i).

3. Menjamin Kesejahteraan Sosial
Sebagai pelayan masyarakat, pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya. Baik melalui pemberian pekerjaan bagi para pengangguran, kesehatan masyarakat, dan lainnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk peran pemerintah dalam menghadapi liberalisasi perdagangan internasional. Logikanya, ketika masyarakat tidak percaya kepada pemerintah sebagai pelayan masyrakat, maka masyarakat mencari pelayan lainnya. Tentunya dalam perdagangan internasional, negara yang lebih maju dapat memanfaatkan ketidak percayaan masyarakat tersebut. Baik dengan cara mengeksploitasi sumber daya manusianya dengan janji kesejahteraan.yarakat tersebut. Baik dengan cara mengeksploitasi sumber daya manusianya dengan janji kesejahteraan.

B. Peranan Ulama’ :
1. Memberikan Saran Berupa Solusi Kepada Umara’
Ulama’ dala ekonomi islam memiliki peranan yang cukup penting. Hal ini dikarenakan ulama’ adalah kumpulan pakar-pakar ahli pengetahuan yang dalam konteks ini adalah pakar ekonomi. Saran berupa solusi yang diberikan kepada pemerintah dalam menghadapi liberalisasi perdagangan internasional dan tantangan- tantangan ekonomi merupakan salah satu bentuk kontribusi ulama’ dalam bidang ekonomi.

2. Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat
Ulama’ juga dapat membantu pemerintah dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Baik itu tentang dampak negatif budaya konsumtif serta program-program pemerintah yang lainnya dalam rangka memfilter akibat- akibat yang ditimbulkan liberalisasi perdagangan internasional. Bentuk kegiatannya berupa sosialisasi dan lain sebagainya.

C. Peran Masyarakat Umum :
1. Menghilangkan Budaya Konsumtif
Salah satu bentuk peranan masyarakat dalam menghadapi liberalisasi perdagangan internasional adalah dari masyarakat itu sendiri. Menghilangkan budaya konsumtif merupakan peranan masyarakat dalam mengahadapi dampak negatifnya. Hal ini dikarenakan ketika masyarakat terus mengkonsumsi, maka hal tersebut akan mengurangi produktivitas masyarakat di negaranya. Tentunya akan negara tersebut akan mengimpor barang untuk menghidupi masyarakatnya. Hal ini akan berdampak kepada ketidak seimbangan neraca perdagangan negara tersebut dan mengurangi cadangan devisa negara.

2. Berusaha untuk Produktif
Sudah saatnya masyarakat menghasilkan output baik barang maupun jasa. Sejatinya, negara maju tidak akan dapat menguasai pasar negara lainnya, jika masyarakat tersebut produktif dan selalu berinovasi untuk menciptakan hal-hal yang baru. Sehingga negara tersebut akan memerlukan sedikit impor dari negara lain. Berkurangnya impor dan bertambahnya ekspor ke pasar dunia akan membantu negara tersebut mendapatkan devisa yang lebih banyak dan mampu menjadikan negara tersebut kuat perekonomiannya.

Sehingga dalam ekonomi islamlah, peranan Triple Helix yaitu umara’, ulama’, dan masyarakat umum sangatlah dibutuhkan untuk mencegah dampak negatif liberalisasi perdagangan internasional.

0 komentar:

Posting Komentar